Minggu, 17 April 2011

MANAJEMEN PETERNAKAN PADA KOMODITAS UNGGAS

MANAJEMEN PETERNAKAN PADA KOMODITAS UNGGAS


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tengah tekanan yang mendera berbagai sektor industri di dalam negeri, sektor peternakan unggas tetap mampu bertahan. Industri peternakan di Indonesia sepanjang tahun 2008 yang lalu menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Bahkan dalam tahun 2009 ketika krisis global yang belum berlalu ketika terjadi penurunan daya beli yang kemudian mendorong substitusi pangan ke produk unggas, industri perunggasan masih mampu bertahan. Produk unggas yang tetap bertahan di tengah krisis adalah ayam dan telur, yang termasuk sebagai protein hewani yang harganya relatif murah dibandingkan dengan harga daging sapi.


Sementara itu, dari sisi lain produksi terlihat kecenderungan yang meningkat pada produksi DOC broiler (Daily Old Chick) atau dikenal sebagai ayam pedaging yaitu melonjak menjadi 1,2 juta ekor pada tahun 2008 dari tahun sebelumnya hanya 1,1 juta ekor. Demikian juga dengan produksi DOC layer atau ayam petelur tercatat naik dari 64 juta ekor pada tahun 2007 menjadi 68 juta ekor pada tahun 2008.
Walaupun demikian bukan berarti tidak ada masalah yang dihadapi industri perunggasan. Hingga pertengahan tahun 2009 pasar dalam negeri mengalami kelebihan pasokan ayam mencapai 27%. Hal ini mengakibatkan harga ayam di pasar lokal menjadi tertekan. Sedangkan pada tahun sebelumnya kondisi kelebihan pasokan hanya sekitar 5% saja.

Selain itu, industri peternakan ayam juga menghadapi permasalahan kenaikan harga pakan dan biaya produksi yang diikuti dengan kenaikan harga ayam hidup. Hal ini terkait dengan daya beli masyarakat yang sangat tergantung terhadap pendapatan. Sejauh ini daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan dalam pemenuhan gizi (protein hewani) masih rendah dibandingkan dengan gaya hidup masyarakat yang sangat konsumtif.

Pada umumnya peternakan ayam dapat dibedakan menjadi dua, berdasarkan jenis yaitu :
Ayam bukan ras (buras) atau lebih dikenal dengan nama ayam kampung, yang merupakan ayam lokal. Ayam lokal banyak dipelihara secara tradisional, oleh peternak skala kecil. Lokasi peternakan baik di rumah-rumah maupun di kebun-kebun.

Ayam ras, yang asal mulanya diimpor dari luar negeri. Ayam jenis ini dikenal dengan istilah ayam broiler.
Impor anak ayam dalam umur sehari atau disebut Day Old Chick (DOC) dalam bentuk DOC komersial (DOC Final Stock/DOC FS). Final Stock yaitu jenis ayam yang tidak untuk dikembangbiakkan lagi, hanya dipelihara dalam satu siklus produksi. Untuk DOC broiler (ayam pedaging) selama 8 minggu, sedangkan untuk DOC layer (ayam petelur) selama 73 minggu.

Ayam ras komersial merupakan hasil kemajuan teknologi pemuliaan ternak (animal breeding), baik melalui persilangan beberapa bangsa ayam atau galur murni (pre bred/line). Ayam jenis ini memiliki karakteristik yaitu produktivitas tinggi, tahan penyakit dan memiliki sifat-sifat unggul.

Dengan tumbuh pesatnya industri perunggasan, maka tumbuh spesialisasi industri yaitu pembibitan (animal breeder), penetasan (hatchery), pemotongan / pemrosesan ayam pedaging, telur tetas, telur konsumsi, pakan ternak, obat-obatan hewan, sarana produksi dan sebagainya.

Di sisi lain, kampanye gizi hendaknya diagendakan dan digalakkan terus-menerus agar kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi protein hewani pun semakin tinggi. Yang perlu diingat bahwa mulai tahun 2010 akan berlaku perdagangan bebas. Tidak akan ada lagi proteksi terhadap produk dalam negeri. Oleh karena itu perlu ditekankan agar masyarakat lebih mencintai produk yang dihasilkan oleh negeri sendiri.

Para peternak dituntut untuk lebih efisien agar biaya produksi dapat ditekan rendah namun tetap efektif. Pemerintah pun tak luput dari tanggungjawabnya dalam membantu dari segi regulasi. Semuai itu dilakukan tak lain agar produk hasil unggas kita sanggup bersaing dengan produk asing yang bebas malang melintang di waktu yang akan datang.

BAB II PEMBAHASAN
A. Sektor bibit unggas
Berdasarkan data Dirjen Peternakan, produksi pembibitan ayam ras pedaging (broiler) dalam periode lima tahun pada 2004-2008 mengalami peningkatan. Kondisi perunggasan tidak terlepas dari berapa suplai DOC FS yang diproduksi oleh para pembibit.

Produksi bibit ayam ras (Daily Old Chick Final Stock/DOC FS) broiler pada triwulan pertama tahun 2008 tercatat naik menjadi 26.8 juta ekor per minggu atau terjadi peningkatan sebesar 16.5% dibandingkan 23 juta ekor per minggu pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan produksi DOC FS broiler, didukung oleh laporan populasi, produksi dan distribusi yang disampaikan oleh para pembibit. Kenaikan produksi di triwulan pertama ini disebabkan karena efek samping dari faktor bisnis pada triwulan keempat tahun 2007, antara lain penjualan DOC yang tidak optimal, penundaan/pengurangan setting HE (harga ekspor) dan aborsi disetter/hatcher pada triwulan keempat tahun 2007 untuk peningkatan harga. Kejadian seperti ini terjadi hampir di setiap tahun.

Sementara itu Produksi DOC FS pada triwulan kedua ini adalah produksi bibit ayam ras (DOC FS) broiler pada triwulan kedua tahun 2009 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 terjadi peningkatan yaitu dari produksi DOC FS sebanyak 24.1 juta ekor per minggu menjadi 28.2 juta ekor per minggu atau meningkat sebesar 17 %. Peningkatan produksi DOC FS broiler pada triwulan kedua tahun 2009, diperkirakan merupakan sikap optimis para pengusaha yang terlihat dari produksi DOC FS broiler yang terus meningkat mulai bulan April sampai dengan Juni 2009. Momen liburan anak sekolah dan meningkatkan permintaan di bulan Juni sampai dengan Juli akibat banyaknya orang yang mengadakan pesta, mendorong para pengusaha untuk meningkatkan produksi DOC FS dengan harapan demand akan meningkat.

Sementara produksi ayam pedaging (boiler) mengalami pertumbuhan rata-rata 5,89% yaitu dari 975 juta ekor pada 2004 menjadi 1.230 juta ekor pada 2008.

Sementara itu, produksi bibit ayam ras (DOC FS) layer pada triwulan pertama tahun 2008 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2007 terjadi penurunan dari produksi DOC FS 0.73 juta ekor per minggu menjadi 0.70 juta ekor per minggu atau terjadi penurunan sebesar 4.1 %. Penurunan ini disebabkan karena penundaan masyarakat untuk mengganti ternak ayam layer. Hal ini disebabkan karena melonjaknya harga penunjang seperti pakan yang tidak sebanding dengan harga telur. Turunnya minat masyarakat peternak tersebut juga didukung oleh data jumlah pemasukan Grand Parent Stock (GPS) dan Parent Stock (PS) tahun 2007 yang lebih rendah dibanding tahun 2006.

Produksi bibit ayam ras (DOC FS) layer mengalami peningkatan pada triwulan kedua tahun 2009 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2008 sama besar yaitu sejumlah 1,55 juta ekor/minggu. Kondisi ini disebabkan karena sikap keragu-raguan dari peternak untuk meningkatkan demand terhadap DOC FS layer membuat para pembibit masih menahan produksinya.

Pada triwulan kedua tahun 2009 tercatat pemasukan PS layer sebesar 51.660 ekor, sedangkan pada triwulan kedua tahun 2008 tidak ada pemasukan PS layer. Para pembibit PS layer optimis, diperkirakan adanya peningkatan demand pada enam bulan kedepan terhadap DOC FS layer, sehingga mereka meningkatkan pemasukan DOC PS layer. Peningkatan ini biasanya terjadi menjelang puasa dan Hari Raya pada Agustus –September ini.

Sedangkan produksi ayam petelur (layer) juga mengalami peningkatan dalam periode 2004-2008, dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 5,47% per tahun. Produksi ayam petelur (layer) tercatat dari hanya 55 juta ekor pada 2004 , kemudian meningkat menjadi 68 juta ekor pada 2008.

B. Sektor produksi daging unggas dan pakan
Kontribusi daging dari berbagai jenis ternak yang menggambarkan struktur produksi daging menunjukkan bahwa peranan daging unggas semakin meningkat dari 20% pada tahun 70-an menjadi 64,7% (1.403, 6 ribu ton) pada tahun 2008 dan diantaranya 16,3% (352,7 ribu ton) berasal dari unggas lokal. Perubahan struktur tersebut disebabkan semakin tingginya produksi daging unggas sejalan dengan meningkatnya industri perunggasan nasional. Sementara itu, industri sapi potong yang masih mengandalkan industri peternakan rakyat dengan dukungan pihak industri (feedlotter) belum mampu mengimbangi permintaan daging sapi domestik, kontribusinya malah berbalik yang pada tahun 70-an sebesar 53.5% dan pada tahun 2008 turun menjadi 16,3%. Fenomena yang terjadi adalah laju peningkatan daging unggas lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan produksi daging sapi. Artinya dengan semakin meningkatnya teknologi pada industri perunggasan terjadi transformasi produksi dari dominasi sapi ke dominasi unggas.

C. Sektor pakan unggas
Kondisi musim mempengaruhi ketersediaan suatu bahan pakan. Bekatul umumnya mudah didapatkan pada saat musim panen padi pada musim penghujan. Sehingga harga bekatul pada saat tersebut umumnya relatif lebih murah dibandingkan pada saat musim kemarau. Hal seperti ini juga dialami juga oleh jagung. Harga bahan pakan merupakan pertimbangan utama bagi peternak untuk menyusun pakan. Semakin murah harga suatu bahan pakan, maka akan semakin menarik bagi peternak. Harga bahan pakan unggas bervariasi bergantung pada beberapa hal, antara lain jenis bahan pakan, kebijakan pemerintah dalam bidang pakan ternak, impor bahan pakan, kondisi panen dan tingkat ketersediaan bahan pakan tersebut pada suatu daerah.

Kebijakan pemerintah selama ini kurang memprioritaskan dunia peternakan termasuk kebijakan tentang pakan ternak, sehingga harga pakan tidak pernah stabil pada suatu imbangan harga tertentu. Berbeda dengan harga pangan yang diusahakan oleh pemerintah untuk selalu stabil pada harga tertentu, seperti beras dan gula yang diatur dalam bentuk harga dasar sehingga memungkinkan petani untuk dapat menikmati keuntungan dari hasil usahanya. Jagung sebagai bahan pakan utama unggas sampai saat ini belum tersentuh regulasi pemerintah untuk penstabilan harga.

Hal ini berakibat pada fluktuasi harga jagung dari tahun ke tahun. Pada saat panen dan penawaran melimpah, harga jagung akan turun sampai dibawah harga bekatul sebagai sesama sumber energi pakan dengan catatan komposisi energi jagung lebih tinggi pada berat yang sama. Tetapi pada saat kekurangan produksi jagung, harga jagung akan mendekati harga bungkil kacang kedelai dan tepung ikan. Padahal secara umum harga bahan pakan sumber energi jauh lebih murah dibandingkan dengan harga pakan sumber protein.

Masalah penyediaan bahan baku pakan industri perunggasan, di mana sebagian besar bahan baku pakan ternak penting harus diimpor, impor jagung mencapai 40-50 %, bungkil kedelai 95%, tepung ikan 90-92%, serta tepung tulang dan vitamin/feed additive hampir 100% impor.

Kondisi yang ada pakan unggas yang 50% komponennya terdiri dari jagung, dalam kurun waktu 5 tahun (2004-2009) mengalami dinamika yang cukup signifikan. Dalam perkembangannya maka impor jagung mencapai puncaknya pada tahun 2006 yaitu sebesar 1,5 juta ton dari kebutuhan 3, 74 juta ton (artinya kita impor sebesar 63%).

D. Kebijakan
1) Dalam jangka pendek hingga menengah industri pakan ternak (ayam ras) akan tetap masih bertumpu pada pakan berbahan baku impor. Kondisi ini tidak terhindarkan, namun karena masih tingginya harga pakan yang harus dibayar peternak, maka perlu dilakukan peningkatan efisiensi dan produktivitas di level pabrik pakan.

Terdapat tiga sumber pertumbuhan produktivitas untuk pabrik pakan, yaitu : adanya perubahan teknologi pembuatan pakan ternak ke arah teknologi yang lebih efisien, efisiensi produksi ditingkatkan terutama melalui alokasi input secara lebih optimal, meningkatkan skala usaha, terutama pada pabrik pakan skala kecil, karena sifat hubungan antara biaya dengan skala usaha bersifat menurun (decreasing cost to scale).

2) Mengembangkan industri pakan ayam ras yang berbasis bahan baku domestik dengan tujuan meningkatkan daya saing produk unggas nasional. Upaya yang dapat dilakukan adalah: mengembangkan daerah produksi jagung dengan sistem distribusi yang efisien dan sistem penyimpanan modern (silo), memanfaatkan biji-bijian alternatif seperti sorgum dan limbah pertanian terutama dari industri pengolahan sawit, mengembangkan industri tepung ikan pada sentra produksi perikanan nasional, dan mendorong pihak industri pakan melakukan penelitian dan pengembangan untuk menggunakan bahan baku lokal.

E. Sektor Penataan Kompartemen
Kompartemen adalah suatu peternakan dan lingkungannya yang terdiri dari satu kelompok unggas atau lebih yang memiliki status kesehatan hewan. Penataan Kompartemen (compartementalization) adalah serangkaian kegiatan untuk mengkondisikan suatu usaha peternakan unggas agar memiliki status kesehatan hewan melalui penerapan cara pembibitan ternak yang baik dan cara budidaya ternak yang baik. Sedangkan zona adalah suatu kawasan atau daerah yang memiliki status kesehatan hewan yang jelas dan telah menerapkan sistem budidaya ternak yang baik yang mencakup aspek manajemen, kesehatan hewan dan pengendalian limbah.

Penataan zona (zoning) adalah prosedur untuk mengkondisikan suatu zona atau daerah sehingga memiliki status kesehatan hewan melalui penerapan sistem budidaya ternak yang baik yang mencakup aspek manajemen, kesehatan hewan dan pengendalian limbah serta manajeman biosekuriti. Penataan komparteman (kompartementalisasi) dan penataan zona (zonifikasi atau Zonasi) pemeliharaan unggas merupakan solusi penting yang telah mendapatkan rekomendasi dari Office Internationale de Epizooticae (OIE) dalam rangka penanggulangan untuk mengendalikan dan memberantas suatu kawasan dari penyakit unggas terutama Avian Influenza (AI), sekaligus upaya mendukung terpenuhinya persyaratan dalam perdagangan unggas dan produk unggas, antar daerah maupun antar negara.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/OT.140/5/2008 tentang Pedoman Penataan Kompartemen dan Penataan Zona Usaha Perunggasan yang dikeluarkan pada tanggal 30 Mei 2008. Penerapan cara pembibitan dan cara budidaya tersebut dilakukan pada: Usaha Pembibitan Unggas Grand Parent Stock (GPS) petelur (layer) dan pedaging (broiler) dan Usaha Pembibitan Unggas Parent Stock (PS) petelur (layer) dan pedaging (broiler) dan Usaha Peternakan Unggas Komersial petelur (layer) dan pedaging (broiler). Penataan zona dilakukan di setiap kawasan usaha perunggasan agar unggas dan produk unggas yang dihasilkan memenuhi persyaratan keamanan dan kualitas/mutu unggas dan produk unggas. Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut dilakukan melalui penerapan Cara Budidaya Unggas yang Baik (Good Farming Practice). Penerapan Cara Budidaya Unggas yang Baik tersebut dilakukan pada: Usaha peternakan unggas kemersial dan budidaya unggas di masyarakat. Sesuai dengan Permentan dan SOP tentang Penataan Kompartemen dan Zona Perunggasan maka penataan kompartemen dan zona dilakukan melalui tahap persiapan, pelaksanaan dan pemberian surat keterangan.

F. Sistem Vaksinasi Unggas
Ketua Pelaksana Harian Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI). Sistem vaksinasi flu burung pada unggas perlu dibenahi. Oleh karena, lemahnya sistem vaksinasi dikhawatirkan akan menyebabkan kurang efektifnya penanggulangan penyebaran flu burung.

Sejak awal munculnya kasus flu burung pada unggas, pemerintah telah memilih vaksinasi sebagai penanggulangan masalah flu burung dibandingkan dengan pemusnahan seluruh unggas di Indonesia dengan pertimbangan ekonomi. Saat memutuskan itu, sudah diketahui ada risiko-risiko dari dijalankannya vaksinasi di antaranya ayam yang diberi vaksin tetap hidup, tetapi jadi pembawa virus.

Saat ini ada dua masalah terkait vaksinasi flu burung pada unggas di Indonesia. Pertama, banyaknya jenis vaksin yang beredar dan hingga saat ini belum secara tegas dinyatakan mana yang paling efektif dan cocok untuk unggas di Indonesia. Masalah kedua adalah masih lemahnya sistem vaksinasi mulai dari jenis vaksin, bagaimana membawa atau mendistribusikan vaksin, dan jumlah tenaga vaksinator.
Pemberian vaksin flu burung tidak bisa hanya dilakukan sekali, tetapi harus beberapa kali. Akan tetapi, di beberapa daerah pelaksanaan vaksinasi masih belum sempurna, baik jenis maupun distribusinya, apalagi rasio tenaga vaksinator dengan jumlah unggas sangat timpang. Akibatnya, tingkat efektivitas penggunaan vaksin untuk meningkatkan kekebalan tubuh unggas terhadap virus flu burung relatif rendah.

Beragamnya jenis vaksin flu burung yang beredar di pasaran dan banyak digunakan peternak bisa mempercepat terjadinya pandemi influenza. Ada yang menggunakan vaksin H5N2, H5N9, H5N1, H7N7, dan banyak lagi jenis vaksin lainnya. “Ini kan tidak benar dan bisa menyebabkan kurangnya imunitas pada unggas,”

Maka dari itu, vaksinasi flu burung harus dilakukan dengan vaksin dan sistem yang benar. Jadi, vaksinasi masih tetap diperlukan. Beberapa negara yang tidak menerapkan vaksinasi tetapi memilih pemusnahan total unggas ternyata masih muncul kasus penularan flu burung pada manusia. “Ini berarti tidak ada upaya yang bisa menanggulangi masalah flu burung secara total,”


BAB III PENUTUP
Dari segi pembibitan unggas, produksi pembibitan ayam ras pedaging (broiler) dalam periode lima tahun pada 2004-2008 mengalami peningkatan. Kondisi perunggasan tidak terlepas dari berapa suplai DOC FS yang diproduksi oleh para pembibit. Produksi bibit ayam ras (Daily Old Chick Final Stock/DOC FS) broiler pada triwulan pertama tahun 2008 tercatat naik menjadi 26.8 juta ekor per minggu atau terjadi peningkatan sebesar 16.5% dibandingkan 23 juta ekor per minggu pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan produksi DOC FS broiler, didukung oleh laporan populasi, produksi dan distribusi yang disampaikan oleh para pembibit Sehingga produksi ayam pedaging (boiler) mengalami pertumbuhan rata-rata 5,89% yaitu dari 975 juta ekor pada 2004 menjadi 1.230 juta ekor pada 2008

Kontribusi daging dari berbagai jenis ternak yang menggambarkan struktur produksi daging menunjukkan bahwa peranan daging unggas semakin meningkat dari 20% pada tahun 70-an menjadi 64,7% (1.403, 6 ribu ton) pada tahun 2008 dan diantaranya 16,3% (352,7 ribu ton) berasal dari unggas lokal. Perubahan struktur tersebut disebabkan semakin tingginya produksi daging unggas sejalan dengan meningkatnya industri perunggasan nasional

Dari segi paka, kondisi musim mempengaruhi ketersediaan suatu bahan pakan. Bekatul umumnya mudah didapatkan pada saat musim panen padi pada musim penghujan. Sehingga harga bekatul pada saat tersebut umumnya relatif lebih murah dibandingkan pada saat musim kemarau. Semakin murah harga suatu bahan pakan, maka akan semakin menarik bagi peternak. Kebijakan pemerintah selama ini kurang memprioritaskan dunia peternakan termasuk kebijakan tentang pakan ternak, sehingga harga pakan tidak pernah stabil pada suatu imbangan harga tertentu Jagung sebagai bahan pakan utama unggas sampai saat ini belum tersentuh regulasi pemerintah untuk penstabilan harga.

Penataan Kompartemen (compartementalization) adalah serangkaian kegiatan untuk mengkondisikan suatu usaha peternakan unggas agar memiliki status kesehatan hewan melalui penerapan cara pembibitan ternak yang baik dan cara budidaya ternak yang baik. Penataan zona (zoning) adalah prosedur untuk mengkondisikan suatu zona atau daerah sehingga memiliki status kesehatan hewan melalui penerapan sistem budidaya ternak yang baik yang mencakup aspek manajemen, kesehatan hewan dan pengendalian limbah serta manajeman biosekuriti. Penataan komparteman (kompartementalisasi) dan penataan zona (zonifikasi atau Zonasi) pemeliharaan unggas merupakan solusi penting yang telah mendapatkan rekomendasi dari Office Internationale de Epizooticae (OIE) dalam rangka penanggulangan untuk mengendalikan dan memberantas suatu kawasan dari penyakit unggas terutama Avian Influenza (AI)

Sedangkan untuk sistem vaksinasi flu burung pada unggas perlu dibenahi. Oleh karena, lemahnya sistem vaksinasi dikhawatirkan akan menyebabkan kurang efektifnya penanggulangan penyebaran flu burung. Pemerintah Indonesia sendiri belum menetapkan jenis vaksin yang cocok digunakan untuk unggas di Indonesia sehingga banyak vaksin yang beredar Masalah kedua adalah masih lemahnya sistem vaksinasi mulai dari jenis vaksin, bagaimana membawa atau mendistribusikan vaksin, dan jumlah tenaga vaksinator. Dan pemberian vaksin flu burung tidak bisa hanya dilakukan sekali, tetapi harus beberapa kali


sumber.
manajemen ternak unggas ketangguhan sistem perunggasan
http://h0404055.wordpress.com /manajemen-ternak-unggas-ketangguhan-sistem-perunggasan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar